Dalam beberapa waktu terakhir kita seringkali mendengar tentang “Sandwich Generation”. Namun selain generasi sandwich, ada juga istilah generasi strawberry. Apa yang dimaksud Generasi Strawberry? Dan apakah ciri-cirinya serta bagaimana generasi tersebut siap menghadapi tantangan di luar?
Generasi strawberry adalah istilah yang menggambarkan generasi muda saat ini. Pada dasarnya mereka memiliki ide dan kreatifitas, namun “tend to more vulnerable to stress and anxiety”. Mengapa dinamakan strawberry karena buah strawberry tampak indah namun mudah hancur jika diinjak.
Istilah Strawberry Generation sendiri popular pertama kali di Taiwan pada tahun 1980-an. Generasi strawberry dianggap seperti strawberry yang terlihat bagus dari luar, tetapi rapuh dan mudah menyerah saat menghadapi tekanan social.
Lalu apakah strawberry generation mampu menghadapi tekanan khususnya di dunia pekerjaan?.
Dengan banyaknya stereotype negatif terhadap Strawberry Generation, namun dibalik label tersebut ada banyak strategi yang bisa dilakukan agar generasi ini tetap keep relevant dengan kondisi terkini.
Tantangan Umum:
- Strawberry generation itu seringkali dijadikan sebagai stereotyping & labelisasi karena sifatnya yang mudah menyerah, tidak tahan banting serta tumbuh di era digital dan disertai dengan tekanan social yang cukup intens sehingga memicu tingkat stress & burn out lebih cepat.
- Kurangnya skill praktis dan adaptasi sehingga kesulitan untuk menyesuaikan diri dengan ekspektasi dunia kerja nyata.
- Pengaruh Pola Asuh orang tua pun menurut Prof. Rhenald Kasali, orang tua zaman sekarang hidup dalam kondisi yang lebih sejahtera dibandingkan generasi sebelumnya. Mereka pernah merasakan masa sulit dan tak ingin anak-anak mereka mengalami hal yang sama. Pola asuh tersebut akan berpengaruh terhadap cara anak-anak bertumbuh tanpa dorongan/usaha yang lebih keras sehingga kurang terbiasa menghadapi tekanan di lingkungan social.
Banyaknya stigma negative cenderung menggiring opini bahwa generasi ini adalah generasi yang rentan dan lemah. Pada pembahasan ini akan membahas strategi dan cara generasi tersebut menghadapi dunia kerja, dan hal ini akan mengubah sudut pandang kita terhadap generasi ini.
-
- Banyak dari generasi ini yang sadar akan kelemahan mereka (overthinking, mudah burnout), namun mereka memiliki keunggulan yaitu fast learner, kreatif, dan adaptif terhadap perubahan terutama yg terkait dengan teknologi.
- Peran penting pola asuh sangat berpengaruh dalam tumbuh kembang generasi ini. Oleh karena itu kunci pola asuh sangat menentukan arah perkembangan anak.
- Peran orang tua sebagai balancer atas tuntutan intelektual dan emosional. Orang tua yang terlalu melindungi cenderung akan menghambat daya tahan terhadap kegagalan. Pola asuh yang hanya menuntut prestasi akademik tinggi tapi tidak mengasah kecerdasan emosional juga yang menyebabkan kerentanan.
- Orang tua harus menjadi role model resiliensi. Orang tua yang terbuka, realistis namun suportif akan membentuk mental toughness bagi anak.
- Dan yang terpenting adalah bagaimana anak didorong untuk mandiri sejak dini. Berproses dan bertumbuh dengan situasi yang melibatkan anak dalam hal Analisa pro & kons untuk berpendapat dan membuat keputusan bagi dirinya cenderung akan lebih siap dalam membuat keputusan pada karirnya. Serta diberikannya tanggung jawab kecil dan meningkat secara bertahap melatih mental resilience anak tersebut.
Lalu bagaimana POV generasi strawberry khususnya gen z dalam langkahnya atau tips nya untuk mengubah paradigma atas generasinya?
Pertanyaan ini sangat penting karena menyentuh sisi reflektif dari Generasi Z yang sering kali dilabeli sebagai bagian dari Strawberry Generation. Banyak dari mereka menolak stereotype sebagai generasi “rapuh” atau “manja”, dan justru ingin membuktikan bahwa mereka adaptif, inovatif, dan punya prinsip.
Berikut adalah POV (Point of View) Gen Z sebagai bagian dari generasi yang ingin mengubah paradigma stereotype “Strawberry Generation”:
- Kita menyadari bahwa Gen Z dibesarkan di era penuh krisis dimulai dari sejak pandemi, ketidakstabilan ekonomi, hingga perubahan iklim. Namun generasi tersebut memiliki kepekaan yang lebih baik terhadap isu dan masalah sosial dan lingkungan, bukan karena rapuh.
- Gen Z memiliki keberanian untuk bersuara, mengekspresikan perasaan, dan mencari makna dalam karier dan hubungan.
- Jangan lupa bahwa Gen Z belajar bertahan hidup di dunia digital, belajar mandiri lewat YouTube, TikTok, online courses, dll. Sehingga mereka lebih adaptif terhadap pemnfaatan teknologi untuk belajar skill baru (Content, design, coding, Financial).
- Generasi ini memiliki flexibility dalam menghadapi ketidakpastian dengan karir portfolio atau gig economy, serta mereka sudah memiliki personal brand sejak usia muda.
- Istilah mental health yang belakangan ini kita dengan, apabila dilihat dari sudut pandang yang berbeda dapat diartikan bahwa generasi ini terbuka atas kesehatan mental, yang mana beberapa istilah yang kita sering dengar seperti burnout, anxiety, dan self-care bukan excuses melainkan sebagai strategi produktifitas jangka Panjang.
- hal inilah yg mendorong Gen Z untuk mendapatkan workplace yang lebih sehat, humanis dan inklusif.
- Generasi ini memiliki jiwa pendobrak untuk mencoba hal baru di usia muda dengan memanfaatkan teknologi, seperti sebagai konten creator sambal kuliah, aktif dalam advokasi social dan lingkungan.
Pada kesimpulan bahwa generasi ini bisa mengubah stereotype nya dengan cara sebagai berikut:
-
- Memperkuat kompetensi diri secara mandiri (digital skill, komunikasi, leadership).
- Bangun resiliensi dengan komunitas positif, mentoring, atau role model dari cross generation untuk dapat lebih memahami pola generasi lain dalam berpikir dan bertindak. Sehingga gen Z ini mudah masuk ke lintas generasi.
- Generasi ini harus memiliki effort yang lebih kuat dalam hal showing their action instead of just share their opinion. Bisa dilakukan dalam social community, kolaborasi dengan lintas generasi dll.
- Mendokumentasikan setiap proses pertumbuhannya, bukan hanya melihat result di akhir. Hal ini dilakukan agar generasi ini memahami bahwa hasil ditentukan dari proses yang Panjang dan penuh tantangan.
- Mengubah persepsi anti kritik menjadi pemantik perbaikan; hal ini akan bisa menghilangkan persepsi stubborn dan sulit dibentuk menjadi seorang yang open mind dan flexible.
Kesimpulan:
Strawberry Generation bukanlah generasi yang lemah, melainkan generasi yang sedang berproses. Mereka memiliki potensi luar biasa bila dibimbing dan diberi ruang untuk tumbuh dengan cepat dan tepat. Justru dengan tantangan yang mereka hadapi, mereka dapat menjadi pionir perubahan sosial, budaya kerja, dan inovasi masa depan—asal mereka mampu membuktikan diri lewat aksi nyata, bukan hanya persepsi.